Berbagai
aspek kehidupan berubah sebagai dampak dari pandemi covid-19, salah satunya
aspek pendidikan. Anak yang tadinya belajar di sekolah terpaksa harus belajar
dari rumah demi menekan tingkat penyebaran covid-19. Keponakan penulis mengatakan
bahwa, belajar di rumah membuat mereka tidak semangat dan lebih sulit untuk
belajar, alasannya tidak termotivasi, lebih mudah mengantuk, tidak paham dengan
penjelasan guru dalam pertemuan daring, dan terganggu dengan godaan nonton
televisi serta aplikasi media sosial. Webinar series ke-8 yang amat menarik,
yang diadakan oleh Kemdikbud Republik Indonesia bertemakan "Mengelola
Pembelajaran Adaptif, Fleksibel, dan Akomodatif" dengan pengisi materi
yaitu Ibu Roslina Verauli seorang Psikolog Klinis Anak menyampaikan bahwa,
peran orang tua penting dalam mendampingi dan menumbuhkan motivasi dalam diri
anak agar anak mampu melakukan pembelajaran daring. Dibutuhkan orang tua yang
kompeten dan efektif yang terlibat dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Di
sekolah atau school-based learning,
anak akan lebih termotivasi karena iklimnya disiapkan untuk belajar kondusif
sedangkan ketika di rumah atau home-based
learning anak akan mengalami situasi informal karena tidak ada penyesuaian
bagi anak belajar kodusif.
![]() |
Foto: Webinar series ke-8: "Mengelola Pembelajaran Adaptif, Fleksibel, dan Akomodatif" oleh Kemdikbud RI |
Tugas orang tua adalah membangun setting/penyesuaian pada home-based learning atau belajar di rumah agar anak siap belajar dan menggali ilmu. Orang tua bisa membangun spot/tempat khusus yang dapat membentuk suasana belajar sehingga anak lebih terfokus dan kondusif. Jika anak berada di spot/tempat yang dikhusukan untuk belajar, artinya dia harus memposisikan dirinya ada di kelas dan wajib untuk belajar. Lalu bagaimana dengan cara memonitor anak agar anak tidak terlena dan mengerjakan kegiatan selain belajar atau terjadinya missbehaviour? Mengatasinya dapat dengan mengawasi anak dan melakukan cek berkala. Penyesuaian spot atau tempat belajar khusus anak sudah, kemudian apalagi yang perlu dilakukan? Jawabannya adalah memotivasi anak secara intrinsik. Artinya anak termotivasi dari dalam. Motivasi adalah gaya dorong yang dapat mengantarkan anak menuju tujuannya. Tujuan anak sebagai siswa salah satunya adalah belajar. Dengan begitu anak mampu mengupayakan yang dikerjakan dan tidak gampang menyerah. Ada 3 komponen motivasi yang dapat diterapkan orang tua untuk tumbuh di dalam diri anak antara lain; Autonomy, Mastery, dan Relatedness. Autonomy yaitu anak bisa memutuskan dengan cara apa dia mau belajar? Anak anak memiliki gaya belajar berbeda, ada yang suka dengan menonton video dan ada yang suka dengan menggambar mindmap atau membuat catatan-catatan. Ketika dia sadar dia punya kebebasan di dalam gaya belajarnya, maka dia lebih semangat. Mastery adalah ketika membuat anak sanggup merasakan keberhasilan, contohnya ketika anak bisa mengerjakan soal-soal dan dapat menyelesaikan dengan benar dan merasa mampu. Relatedness, ialah ketika apa yang mereka ketahui bisa berhubungan dengan kehidupan mereka. Bisa dipancing dengan melakukan praktik atau contoh sederhana di kehidupan.
Sebagai penutup, berikut 3 contoh yang dapat dipraktikan menurut penulis dengan memuat 3 komponen motivasi di atas:
- Membuat catatan lucu dan menarik dengan alat tulis warna-warni (Autonomy).
- Mengerjakan game atau permainan berupa soal-soal pelajaran kesukaan (Mastery).
- Menanam tumbuhan yang dikaitkan dengan pelajaran Biologi (Relatedness)
Ohhhh, that's why aktip lagi di blog eeee wwww manjijuy din!!!!
ReplyDeleteaku pikir kau lah lupa sm dunia blog :))
Deletesalam singgah dan follow sini :)
ReplyDelete